Sabtu, 16 Januari 2010

CALON INDEPENDEN vs CALON PARPOL

Wajar-wajar saja apabila ada yang berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang calon independen merupakan peringatan bagi partai politik, karena putusan tersebut menunjukkan kredibilitas partai politik sudah jauh merosot. Namun sesungguhnya tidaklah sepenuhnya benar, penggiat Partai Politik pun selayaknya tidak menanggapi secara berlebihan atau “kebakaran jenggot” , karena logikanya perseorangan bila dibandingkan dengan sekelompok orang tentunya akan berlaku peribahasa “ringan sama dijinjing berat sama dipikul”, artinya kemungkinan menangnya perseorangan jauh lebih kecil ketimbang sekelompok orang yang bargabung dalam sistem Partai Politik yang mana jaringan serta kekuatan mekanisme organisasi akan sangat berperan.
Introspeksi, pembenahan, perbaikan serta pelayanan yang terbaik oleh partai politik pada para konstituennya yang nota bene adalah rakyat harus lebih ditingkatkan, ego serta eksklusivisme komunitas partai sudah saatnya dibaurkan pada kepentingan rakyat, bukan dibalik rakyat harus membaur dan harus mengerti kepentingan Partai.


Selayaknya bila diperkenankannya calon Independen dalam pilkada maka tidak boleh dibedakan persyaratannya dengan calon dari Partai Politik. Adalah sangat menyesatkan bila ada yang berpendapat Calon Independen diperlunak persyaratannya sebagai contoh syarat dukungan, bila dari PARPOL maka syaratnya harus minimal 15 % dari total pemilih, sedangkan calon independen dapat lebih rendah. Apakah mudah bagi Partai Politik untuk memperoleh persyaratan 15 % tersebut? Berapa waktu, biaya dan sumberdaya manusia yang dibutuhkannya? Jadi sangatlah Naif bila Calon Independen diperlakukan istimewa dan khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 16 Januari 2010

CALON INDEPENDEN vs CALON PARPOL

Wajar-wajar saja apabila ada yang berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang calon independen merupakan peringatan bagi partai politik, karena putusan tersebut menunjukkan kredibilitas partai politik sudah jauh merosot. Namun sesungguhnya tidaklah sepenuhnya benar, penggiat Partai Politik pun selayaknya tidak menanggapi secara berlebihan atau “kebakaran jenggot” , karena logikanya perseorangan bila dibandingkan dengan sekelompok orang tentunya akan berlaku peribahasa “ringan sama dijinjing berat sama dipikul”, artinya kemungkinan menangnya perseorangan jauh lebih kecil ketimbang sekelompok orang yang bargabung dalam sistem Partai Politik yang mana jaringan serta kekuatan mekanisme organisasi akan sangat berperan.
Introspeksi, pembenahan, perbaikan serta pelayanan yang terbaik oleh partai politik pada para konstituennya yang nota bene adalah rakyat harus lebih ditingkatkan, ego serta eksklusivisme komunitas partai sudah saatnya dibaurkan pada kepentingan rakyat, bukan dibalik rakyat harus membaur dan harus mengerti kepentingan Partai.


Selayaknya bila diperkenankannya calon Independen dalam pilkada maka tidak boleh dibedakan persyaratannya dengan calon dari Partai Politik. Adalah sangat menyesatkan bila ada yang berpendapat Calon Independen diperlunak persyaratannya sebagai contoh syarat dukungan, bila dari PARPOL maka syaratnya harus minimal 15 % dari total pemilih, sedangkan calon independen dapat lebih rendah. Apakah mudah bagi Partai Politik untuk memperoleh persyaratan 15 % tersebut? Berapa waktu, biaya dan sumberdaya manusia yang dibutuhkannya? Jadi sangatlah Naif bila Calon Independen diperlakukan istimewa dan khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar